Kebijakan Perumahan : Haluan Baru Menjawab Tantangan
Kebijakan perumahan bersentuhan dengan hajat hidup rumah bagi banyak orang. Udin, sebut saja begitu, sudah lebih dari 15 tahun bekerja sebagai karyawan toko sebuah pusat perbelanjaan. Sementara istrinya bekerja di restoran. Meski beberapa tahun belakangan Udin juga rangkap menjadi pengemudi online. Sayangnya, itu belum banyak membantu keluarga ini untuk bisa memiliki rumahnya sendiri. Dan Udin tidak sendiri, jutaan keluarga menghadapi masalah yang kurang lebih sama.
Tumpukan PR besar di bidang perumahan , diantaranya housing backlog yang tinggi di angka 14 juta, dan ‘housing price to income ratio’ masih di angka 17,6 (Sumber Numbeo, 2018) , tak lebih baik dari Ho Chi Minh City dan Manila. Kondisi yang tak kunjung membaik alias stuck ini dilatari oleh indeks gini ketimpangan kepemilikan tanah yang masih tinggi di angka 0,58.
Diperlukan pendekatan yang berbeda. Perubahan haluan yang mendasar untuk sampai pada solusi yang berkelanjutan. Ibarat dihalau tembok besar, dan kita gunakan galah tapi tak berhasil melompatinya. Tentunya kita perlu coba cara lain dengan gunakan tangga, atau bahkan cara yang out of the box, dengan gunakan drone yang mampu membawa orang misalnya.
Merubah Haluan
Seperti yang Einstein bilang, masalah tak akan ada solusinya jika masih pakai mindset yang sama saat membuatnya.
Merubah haluan atau shifting tidak selalu berarti menggusur semuanya, apalagi yang telah berjalan baik. Reformasi birokrasi di jajaran aparat pemerintah misalnya, tentu perlu diteruskan dan lebih didorong bagi institusi negara yang lebih melayani.
Praktek – praktek seperti pembangunan rumah yang sepenuhnya bertumpu pada pengembang besar. Praktek pembangunan perumahan yang sepanjang jalannya tentang akumulasi profit, termasuk yang perlu ditinggalkan. Praktek ini sudah berjalan lama, berdekade, dan tak berbuah solusi yang tuntas. Ini antara lain disebabkan abai terhadap prinsip transparansi dan pentingnya partisipasi atau pelibatan khalayak penggunanya.
(Baca juga : Pasar Finansial Perumahan oleh Sektor Swasta: Mengenal Lebih Jauh)
Perlu beralih dari pandangan ekonomi mainstream di bidang perumahan. Dari pola – pola lama yang orientasinya produksi rumah menengah atas dan produksi skala besar. Model yang sepenuhnya bersandar pada dinamika mekanisme pasar. Yang titik beratnya pada keindahan kota semata demi mengejar daya tarik pasar investasi. Model demikian, nyatanya pada akhirnya hanya dinikmati oleh sekelompok orang saja. Penerapannya acapkali bertentangan dengan gagasan ‘memajukan kesejahteraan umum’ yang menjadi amanat konstitusi.
(Baca juga : Tanah Dijual. Melampaui Komoditi Ekonomi)
Apa yang kemudian ingin dicapai dari transformasi ini? Seperti apa nilai tambah nya? Alih – alih pembangunan perumahan yang disetir oleh statistik ekonomi, yang diharapkan adalah yang mendorong kemajuan sosial dan hasil pembangunan yang lebih berkeadilan. Lebih terintegrasi. Pembanguan perumahan melampaui estetika fisik, dimana rumah sebagai basis pemberdayaan, pengembangan kapasitas. Pengembangan rumah yang bisa menguatkan basis pengetahuan dan keterampilan masyarakat penghuninya. Sebuah proses perumahan yang lebih inklusif dan ikut mendorong solusi pengentasan kemiskinan. Sebagai bagian dari mata rantai pembangunan yang berpusat pada manusia.
Sistem Navigasi Baru
Bagaimana menavigasi hal ini? Untuk bisa berlabuh di pulau solusi singgahan berikutnya.
Sisi supply versus sisi demand, Model yang pertama menekankan pada kinerja ekonomi. Fokusnya pada efisiensi, bukan pada isu akses perumahan yang lebih luas. Diharapkan saat ekonomi moncer, ada efek tetesan ke bawah, sehingga sektor perumahan pun ikut terkerek. Masalahnya, pada kenyataannya, tetesan macam ini tak pernah terjadi. Di sisi lain, sisi demand lebih menuntut peran lebih aktif pemerintah, dalam hal alokasi dan distribusi barang – barang publik, termasuk perumahan, terutama bagi kelompok pra-sejahtera. Terlebih ketika area ini tidak akan dijajaki oleh sektor swasta.
Negara sebagai Penyedia menuju negara sebagai fasilitator , dengan model yang pertama, nrgara didorong untuk menyediakan sejumlah besar nit rumah dalam waktu singkat. Negara sebagai ‘provider’. Sedangkan model yang kedua, negara berperan membangun mekanisme yang memungkinkan masyarakat terbantu dalam membangun rumahnya secara lebih mandiri. Dalan hal ini negara melakukan intervensi tak langsung berupa peratutan yang mendukung, sistem kredit pembiayaan yang pro-people serta subsidi model ‘yang satu kali di depan’.
Dari ‘rumah sebagai produk’ menuju ‘rumah sebagai proses’, Ini artinya perumahan yang menyeimbangkan antara proses dengan produknya. Masyarakat penghuni tidak semata dianggap sebagai konsumen, namun juga subyek pelaku aktif pembangunan yang besar potensinya untuk menjadi berdaya, sekaligus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Karena masyarakat sendiri lah yang paling mengerti konteks, kendala, kebutuhan serta prioritasnya di lapangan.
Pembangunan rumah yang ‘meluas’, menuju ke yang ‘mendalam’, yang pertama merupakan pendekatan untuk mencakup populasi sebanyak mungkin. Quantity does matter, dengan sumberdaya yang bagaimanapun terbatas. Sementara yang kedua , pendekatan yang intensif dalam mendukung dan memberdayakan masyarakat . Yang lebih komprehensif sekaligus tepat sasaran.
Kebijakan rumah yang baik adalah kebijakan yang digelar dan berdampak pada kualitas berumah yang lebih baik, yang membawa mashlahat bagi masyarakat banyak. Ada berbagai pilihan praktek terbaik yang bisa diterapkan, namun perlu dipastikan hal tersebut sesuai dengan kebutuhan dan konteks sosio-lingkungan, agar bisa membuahkan solusi perumahan yang langgeng.
- Romi Romadhoni, MDP
He is an urban planner and sociopreneur, and can be reached at m.romadhoni@gmail.com and twitter : @romi_mr