Gejolak Ekonomi Di Ambang Pintu ? Menggali Peluang
Nilai tukar Dollar yang terus saja menanjak terhadap Rupiah. Neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia sepanjang 2018 mengalami defisit dan mendekati batas psikologis makro ekonomi kita, serta terpuruknya ekonomi Turki dan Argentina, membuat banyak orang was was apakah krisis ekonomi akan benar – benar menghampiri. Bagaimanapun, bersiap lebih baik. Hope for the best, Prepare for the worst.
Sudut Pandang: Sekarang Saatnya
Perjalanan dunia usaha dengan segala gejolak ekonominya bisa dianggap lagu yang alunannya dinamis. Dan tanpa bunyi tuts hitam, denting piano tak lagi terdengar merdu. Perlu kita sadari bahwa saat datangnya kesulitan dan krisis, mata uang barunya adalah pengetahuan. Knowledge in the making. Lingkungan dengan cuaca tak ramah merupakan kesempatan untuk menemukan solusi yang benar – benar bekerja, yang bukan sekedar tempelan kosmetik. Ini jadi peluang menapaki jalan kita sendiri, daripada mengikuti ramai orang. Momen bagi para petarung untuk memilih jalan yang jarang dilewati orang.
Ketika terjadi gejolak ekonomi dan pasar bearish, bukan berarti tak bisa memetik keuntungan sama sekali. Mengekstraksi manfaat ekonomi dari kondisi tersulit. Ini bisa dilakukan dengan instrumen- instrumen misalnya menambah portofolio, membeli properti ketimbang menyewa, refinancing skema utang dan sebagainya. Masalahnya adalah bagaimana membangun akses bagi peluang ini. Yang juga penting, untuk tidak mengeksploitasi habis habisan peluang di masa sempit ini. Yang bahkan membuat situasi memburuk, dus, ekonomi keseluruhan malah jadi tak stabil.
( Baca juga : Berkaca pada 97-98: Menjelang Krisis, Tidak Ada Lampu Merah yang Menyala )
Bagi sebuah organisasi, bisnis maupun pemerintahan, fase krisis merupakan kesempatan untuk melakukan perombakan kebijakan yang menyeluruh. Menyasar hal yang fundamental. Melakukan alignment serta menguatkan kembali ke tujuan mendasar, bahkan bantir stir untuk menyiasatinya.
Belajar dari Krisis yang Lain
Krisis subprime mortgage di Amerika pada 2008 dipandang sebagai pengalaman ‘near death experience’ bagi korporasi dan sistem kapitalisme global. Yang pada akhirnya membuka pintu kesempatan untuk menjalankan reformasi yang mendasar. To Regulate. Menerapkan kebijakan baru, untuk memastikan tidak terperosok lagi lubang yang sama, dan menapaki jalan kebijakan ekonomi yang lebih baik, lebih punya ketahanan.
Bagi perusahaan, beratnya gejolak ekonomi merupakan pil pahit, bahkan mungkin suntikan mematikan. Namun inilah saat yang tepat untuk melakukan review strategi resiko secara lebih tuntas, dengan sudut pandang yang berbeda. Mengambil langkah langkah mengamankan kerja – kerja dari sentimen dan gejolak eksternal. Gejolak krisis justru bisa dijadikan momen untuk membentuk postur bisnis jadi lebih ramping. Menemukan metode kerja serta pemasok yang lebih efisien biaya. Membuat arus kas lebih sehat ke depannya, dan membuang lemak – lemak pemborosan biaya yang tidak sehat. Fokus ke pembenahan ke dalam.
Gejolak Ekonomi: Blessing in Disguise.
Seperti telur yang pecah dari dalam, yang jadi tanda awal kehidupan baru. Tekanan gejolak ekonomi melahirkan energi bisnis yang sama sekali baru. Kita bisa banyak belajar dari krisis subprime mortgage di Amerika tahun 2008. Siapa tak kenal Uber dengan revenue nya sebesar USD 6,5 miliar di 2016. Atau AirBnB misalnya yang memayungi 5 juta unit listing properti tersebar di 81.000 kota di seluruh dunia dengan revenue USD 2,6 miliar. Faktor paling utama yang membuat Uber dan AirBnB begitu fenomenal dan mendunia, ternyata bukanlah gaya kepemimpinan, maupun berlimpahnya sumberdaya modal ventura, bukan pula model bisnisnya . Namun justru kekuatan memanfaatkan momentum. Uber dan AirBnB lahir dan tumbuh secara dramatis saat Amerika mengalami gejolak ekonomi dan krisis. Saat itu tantangan ekonomi begitu berat, ada begitu banyak rumah tangga Amerika memerlukan jalan keluar berupa penghasilan tambahan. Ada permintaan pasar yang besar akan akomodasi dan jasa ‘taksi’ murah namun bisa diandalkan. Di saat yang sama banyak aset pribadi yang idle untuk sekian lama: kamar di rumah maupun unit apartemen, juga mobil di terparkir garasi. Produk dan Pasar pun jadi klop.
(Baca juga : Rumah Dijual di Bekasi, Begitu Tebaran Spanduk:Bekasi yang Berprospek)
Untuk bisa melesat, anak panah mesti ditarik ke belakang. Seberat apapun tantangan yang mesti dihadapi, dan menahan kita, percaya akan membawa kita ke tempat baru yang lebih baik. Pelajaran berharganya, orang yang kepepet , bisa hijrah jadi pengusaha asalkan lingkungannya kondusif dan didukung dengan perangkat yang memadai.
- Romi Romadhoni, MDP
He is an urban planner and sociopreneur, and can be reached at m.romadhoni@gmail.com and twitter : @romi_mr