Memaknai Ruang Kota
Kota sejatinya merupakan produk sosiokultural, perilaku dan gaya hidup manusia yang dinamis, senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Kota yang hidup menjawab tantangan kekiniannya.
Ruang – ruang kota dirancang dan dibangun sebagai bagian pemenuhan kebutuhan warga. Untuk mendukung komunitas yang berbeda. Bisa jadi ia berfungsi sebagai ruang sosialisasi. Yang berguna agar warganya bisa sekedar bercengkerama, sebuah wadah untuk melebur. Atau bisa juga ia bermakna bagi aktivitas yang spesifik. Dengan fungsi ruang yang lebih terfokus. Misalnya pasar yang buka sekali seminggu. Atau ruang pameran dan pertemuan bisnis.
Kehidupan kota terus hidup sejalan dengan interaksi terjadi. Sebuah proses saling memperkaya yang melanjut antara kehidupan warganya, antara pemikiran dan kegiatan manusia – manusia yang hidup di kotanya. Juga interaksi dengan obyek kota dan material yang lebih pasif, yang memberi kita pahatan kesan dengan berbagai cara.
Bentuk fisik kota terus berinteraksi dengan hidup sehari – hari kita. Bergantian menyokong dan berbenturan dengan badan kita. Dan kita pun merespons, memilih untuk bersahabat dengan lingkungan kota, menapaki memori indah, atau sebaliknya, mengabaikan intervensi – intervensi lingkungan ini.
(Baca juga : Kebijakan Perumahan : Haluan Baru Menjawab Tantangan)
Ruang – ruang kota berpotensi membentuk ulang pengalaman kita, baik sebagai individu maupun memori kolektif. Bisa jadi lingkungan terbangun kota berhasil, tidak saja menarik perhatian kita, tapi memberi kesan yang berarti. Meninggalkan makna yang mendalam. Berjalan di bawah rindangnya pohon sepulang sekolah. Atau jalan berkelok saat bersepeda sambil berolahraga misalnya. Ruang kota yang membentuk ulang pribadi warganya, yang seperti meraung dalam jiwa dan kenangan. Atau sebaliknya membuat perhatian kita abai. Ini bisa terjadi tergantung pada kejadian dan pandangan kita masing – masing. Sebagaimana Winston Churcill pernah uraikan, “We shape our buildings; thereafter they shape us.”
Yang terjadi sebenarnya adalah sebuah proses timbal balik. Bukan saja kualitas ruang kota yang memberikan kesan mendalam dan pengalaman baru bagi orang – orang. Namun juga bagaimana perhatian dan kesadaran yang berbeda yang dibawa oleh orang – orang terhadap ruang kota, yang kemudian memperkaya arti bagi indera kita. Dari sini kemampuan interpretasi masing – masing kita berperan penting.
(Baca juga : Rumah : Titik Tolak Sebuah Perjalanan)
Karenanya sudah selayaknya kota – kota dibuat manusiawi dan nyaman, yang bisa mendorong bahkan menciptakan ulang kesetaraan. Membuat sejuk dengan keadilan sosialnya. Dibuat menyenangkan untuk kehidupan sosial dan ekonomi warga yang berbudaya. Jangan sampai kemudian keunikan kota, justru disulap menjadi kebingungan. Menjadi bencana budaya: kepanikan meluas bahkan ketidaksukaan terhadap kelompok lain yang berbeda.
- Romi Romadhoni, MDP
He is an urban planner and sociopreneur, and can be reached at m.romadhoni@gmail.com and twitter : @romi_mr