Giving a Voice to the Voiceless: Memanfaatkan Teknologi untuk Mendorong Perencanaan dan Pengelolaan Lingkungan yang Inklusif
Pendekatan tradisional terhadap perencanaan dan pengelolaan lingkungan yang inklusif seringkali kurang melibatkan warga berpenghasilan rendah yang benar-benar tinggal di sana. Hal ini dapat menyebabkan pengambilan keputusan yang buruk, pengabaian kebutuhan masyarakat, dan pada akhirnya memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi. Namun, dengan meningkatnya penggunaan teknologi, kini memungkinkan untuk memberikan suara kepada orang-orang yang tidak memiliki suara dan memberdayakan penduduk berpenghasilan rendah untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan, desain dan pengelolaan lingkungan mereka.
Penggunaan Platform Online
Cara efektif untuk melakukan ini adalah melalui penggunaan platform/aplikasi online yang memungkinkan warga untuk memberikan masukan dan feedback. Misalnya, warga dapat menggunakan alat ini untuk melaporkan masalah seperti jalan berlubang atau vandalisme, dan menerima update dari laporan mereka. Pendekatan partisipatif semacam ini dapat mmenumbuhkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab masyarakat, karena warga secara aktif terlibat dalam proses perbaikan lingkungan mereka.
(Baca Juga: “Smart City : Mengakselerasi Pembangunan Perkotaan Melalui Partisipasi Publik di Indonesia” )
Penggunaan Alat VR Dan AR
Cara lain teknologi dapat membantu desain lingkungan yang inklusif adalah melalui penggunaan alat realitas virtual (VR) dan augmented reality (AR). Alat-alat ini memungkinkan warga untuk memvisualisasikan perubahan yang diusulkan ke lingkungan mereka dengan cara yang lebih interaktif dan imersif. Misalnya, penduduk berpenghasilan rendah dapat menggunakan VR untuk mengeksplorasi usulan perubahan pada taman lokal mereka, seperti peralatan taman bermain. Keterlibatan semacam ini dapat membantu memastikan bahwa kebutuhan dan preferensi penduduk berpenghasilan rendah diperhitungkan selama proses desain.
Fungsi Teknologi
Selain desain, teknologi juga dapat digunakan untuk memfasilitasi pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Misalnya, beberapa kota telah menerapkan sistem daring bagi penduduk berpenghasilan rendah untuk mengakses informasi layanan publik, seperti transportasi, pendidikan, dan kesehatan. Informasi ini dapat membantu warga menavigasi komunitas mereka dengan lebih baik dan mengakses sumber daya yang mereka butuhkan untuk berkembang.
Kesenjangan Digital
Namun, penting untuk diketahui bahwa tidak semua penduduk berpenghasilan rendah memiliki akses yang sama terhadap teknologi. Hal ini terutama berlaku untuk komunitas terpinggirkan yang mungkin tidak memiliki infrastruktur, sumber daya, atau keterampilan literasi digital yang diperlukan. Oleh karena itu, setiap pendekatan berbasis teknologi desain dan pengelolaan lingkungan inklusif, juga harus berupaya mengatasi kesenjangan digital. Tidak ketinggalan juga harus memastikan bahwa semua warga memiliki akses yang sama untuk berpartisipasi.
Kesimpulannya, teknologi dapat menjadi alat yang ampuh untuk mendorong desain dan pengelolaan lingkungan yang inklusif, terutama bagi penduduk berpenghasilan rendah yang secara tradisional dikucilkan dari proses pengambilan keputusan. Dengan menggunakan platform online, alat VR/AR, dan sistem informasi digital, penduduk berpenghasilan rendah dapat memiliki suara dalam pengelolaan lingkungan mereka serta membantu membangun komunitas yang lebih dinamis dan tangguh. Namun, penting untuk memastikan bahwa teknologi bisa diakses oleh semua penduduk dan upaya dilakukan untuk mengatasi kesenjangan digital yang ada.